"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
shaum (berpuasa) sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak shaum
(berpuasa)) membayar fidyah, (yaitu), memberi makan seorang miskin. Barangsiapa
yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik
baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
(Al-Baqarah: 183-184).
Ibadah shaum adalah ibadah khusus, sebagaimana tercantum
dalam hadits qudsi
” يقول الله تبارك وتعالى: كل عمل ابن آدم له إلا الصيام فإنه لي وأنا أجزي به “.
“Allah SWT berfirman : Setiap amal anak Adam itu untuk dirinya
kecuali shaum, sesungguhnya shaum itu untuk aku dan aku sendiri yang akan
membalasnya”. (HR. Imam Muslim)
Dan dalam hadits qudsi yang lain :
“Puasa itu adalah Tameng, kalian meninggalkan makanan, minuman
serta Syahwat karenaku”. (HR. Imam Bukhari)
Berlipat
nya pahala bagi Orang yang Shaum Romadhon
Berikut adalah beberapa hadits mengenai ganjaran bagi orang-orang
yang shaum :
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia
akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus
kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan shaum
(puasa) . Amalan shaum (puasa) tersebut
adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah
meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang shaum (berpuasa)
akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan
kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang shaum
(berpuasa) lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR.
Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)
"Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan
dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR.
Bukhari dan Muslim)
"Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di bulan Ramadan
dengan keimanan dan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibadah Shaum bagi umat-umat terdahulu
Shaum pun merupakan ibadah yang diwajibkan atas umat-umat terdahullu,
meskipun bentuk Tasybih (penyerupaan antara puasa Ummat Islam dengan Ummat
terdahulu) dalam Ayat Al-Qur’an (Surat Al-Baqarah : 183) itu (informasinya)
terbatas hanya pada konteks kewajibannya semata, akan tetapi masih ada
kemungkinan juga dalam Konteks waktu, kadar dan caranya. Bisa saja kemungkinan
(keserupaan) itu terjadi dalam 3 hal tersebut (waktu, kadar dan cara) semuanya
atau sebagian saja. Untuk itu dalam kemungkinan kesamaan pada 3 hal tersebut
masih perlu ditinjau kembali dalam Perspektif Atsar dan Hadits yang Shahih
berkenaan hal tersebut. (Tafsir Ibn Al-‘Arabi Juz 1 hal. 74)Ibadah shaum
(puasa) merupakan ibadah yang wajib di lakukan oleh umat Islam, sebagaimana
umat-umat terdahulu, siapa saja umat-umat terdahulu yang melakukan ibadah shaum
(puasa) ini antara lain.
1.
Nabi Nuh a.s
Permulaan diwajibkannya Shaum (puasa)
itu sejak masa Nabi Nuh a.s. bahkan beliau termasuk orang yang pertama kali
melakukan shaum (puasa) di Bulan Ramadhan setelah beliau keluar dari Bahtera
setelah sebelumnya terjadi banjir terbesar sepanjang sejarah Ummat Manusia.
Akan tetapi Pendapat yang lebih diunggulkan adalah yang diriwayatkan oleh Imam
Mujahid Bin Jabir, salah satu Ahli Tafsir dari Generasi Tabi’in dan termasuk
Salah Satu Pembesar dari Muridnya Ibnu Abbas r.a, yaitu :
“أن الله عز وجل كتب صوم رمضان
على كل أمة ومعلوم أنه كان قبل نوح عليه السلام أمم وأجيال شغلت الزمان منذ نبي
الله آدم عليه السلام”.
“Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla
telah mewajibkan Puasa kepada setiap Ummat, sedangkan sebagaimana diketahui
bahwasannya sebelum Nabi Nuh a.s. telah ada Ummat dan Generasi dari masa ke
masa sejak masa Nabi Adam a.s.”.
(Tafsir Al-Jami’ Li Ahkam
Al-Qur’an Karya Imam Al-Qurthubi Juz 2 hal. 274 cetakan Dar Al-Kitab Al-‘Arabi
th. 1387 H/1967 M)
2.
Nabi Daud a.s
Di masa lalu, ibadah shaum (puasa) telah Allah syariatkan kepada
Nabi Daud alaihissalam
dan umatnya. Mereka diwajibkan melaksanakan ibadah puasa untuk seumur hidup,
dengan setiap dua hari sekali berselang-seling. Sedang kita hanya diwajibkan
puasa satu bulan saja dalam setahun, yaitu bulan Ramadhan.
Shaum Daud ini disyariatkan lewat beberapa hadits Rasulullah SAW,
diantaranya :
Dari Abdullah bin Amru
radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Shalat (sunnah) yang
paling dicintai oleh Allah adalah shalat (seperti) Nabi Daud as. Dan puasa
(sunnah) yang paling dicintai Allah adalah puasa (seperti) Nabi Daud
alaihissalam. Beliau tidur separuh malam, lalu shalat 1/3-nya dan tidur 1/6-nya
lagi. Beliau puasa sehari dan berbuka sehari. (HR.
Bukhari)
Selain itu juga ada hadits lain yang
mengaskan tentang shaum nabi Daud a.s ini :
Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Puasalah sehari dan berbukalah
sehari. Itu adalah puasanya nabi Daud as dan itu adalah puasa yang paling
utama. Aku menjawab, "Aku mampu lebih dari itu". Nabi SAW bersabda, "Tidak
ada lagi yang lebih utama dari itu". (HR Bukhari)
Bagi kita umat Nabi Muhammad SAW, puasa seperti Nabi Daud ini
tidak diwajibkan. Beliau SAW hanya menjadikan puasa ini sebagai puasa sunnah.
3.
Nabi Musa a.s
Imam Al-Qurthubi menyebutkan dalam
Tafsirnya (Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an) ketika mengomentari pendapat kalangan
dari Tabi’in yaitu Asy-Sya’bi, Qotadah dll :
“Bahsawannya Allah telah mewajibkan Puasa
Ramadhan pada Kaumnya Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s., selama 30 hari, akan
tetapi mereka merubahnya. Kemudian Ulama’ (Pendeta) mereka menambahkan 10
(sepuluh) hari, akan tetapi sebagian dari pendeta ada yang sakit kemudian
bernadzar andai Allah menyembuhkannya maka ia akan menambahkan puasa 10
(sepuluh) hari, kemudian dia (yang sakit) menepati Nadzarnya. Maka puasanya Ummat
Nasrani menjadi 50 (lima puluh) hari, sehingga puasa menjadi berat bagi mereka
(terlebih) dalam cuaca panas. Kemudian pendapat ini diriwayatkan dari Ar-Rabi’,
dan pendapat inilah yang dipilih oleh An-Nuhas kemudian beliau (An-Nuhas)
berkata : “Inilah yang paling serupa dengan ayat (Al-Baqarah : 183)”. Mujahid
juga berkata: “Allah telah mewajibkan Puasa Ramadhan kepada semua Ummat”.
Sedangkan berikut ini adalah yang
diriwayatkan Imam Ibn Katsir dari ‘Ibad Bin Manshur dari Al-Hasan, beliau
berkata :
“Demi Allah, sungguh Allah telah mewajibkan shaum
(puasa) kepada setiap Ummat yang telah berlalu, sebagaimana diwajibkan kepada
kita selama sebulan penuh”.
Serta riwayat dari Ibnu Umar,
beliau berkata : “Shaum Ramadhan telah Allah wajibkan pula pada Ummat sebelum
kalian”.
4. Puasa
Maryam
Puasa juga Allah SWT syariatkan kepada Maryam, wanita suci yang
mengandung bayi Nabi Isa ‘alaihissalam. Hal itu bisa kita baca di dalam
Al-Quran Al-Kariem, bahkan ada surat khusus yang diberi nama surat Maryam.
Namun bentuk atau tata cara puasa yang dilakukan Maryam bukan
sekedar tidak makan atau tidak minum, lebih dari itu, syariatnya menyebutkan
untuk tidak boleh berbicara kepada manusia.
Maka makan, minum dan bersenang
hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah,
"Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah,
maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini."(QS.
Maryam: 26)
Dan karena sedang berpuasa yang tidak membolehkan makan, minum dan
berbicara itulah maka ketika ditanya tentang siapa ayah dari putera yang ada di
gendongannya, Maryam saat itu tidak menjawab dengan perkataan. Maryam hanya
menunjuk kepada Nabi Isa’, anaknya itu, lalu Nabi Isa yang masih bayi itu pun
menjawab semua pertanyaan kaumnya.
Hai saudara perempuan Harun,
ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah
seorang pezina", maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata:
"Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam
ayunan?" Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia
memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi.
(QS. Maryam : 28-30)
Mengenai wajib nya shaum (puasa) untuk umat-umat terdahulu, Imam
Ath-Thobari berkata : “Adapun Ummat sebelum kita yaitu Nasrani, telah
diwajibkan Puasa Ramadhan kepada mereka. Dan diwajibkan pula untuk tidak makan
dan tidak minum setelah tidur, begitu juga untuk tidak bersenggama dengan Istri
mereka pada Bulan Ramadhan. Akan tetapi hal ini terlalu berat bagi mereka
hingga akhirnya mereka berkumpul dan memutuskan agar Puasa Wajib tersebut
dilaksanakan antara musim dingin dan musim panas. Kemudian mereka berkata :
“Kita akan menambahkan 20 (dua puluh) hari sebagai penebus apa yang telah kita
lakukan (yaitu memindah puasa)”. Maka jadilah puasa mereka 50 hari”. Tafsir Ibn
Katsir Juz 1 Hal. 213
Hukum bagi orang yang
tidak shaum (puasa) wajib romadhon
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu
anhu, bahwa dia berkata:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مُتَعَمِّدًا لَمْ يَقْضِهِ أَبَدًا
طُولُ الدَّهْرِ
Barangsiapa berbuka sehari dari shaum (puasa) bulan
Ramadhân dengan sengaja, berpuasa setahun penuh tidak bisa menggantinya”.
[Riwayat Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, 6/184]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu,
bahwa ada seorang laki-laki berbuka di bulan Ramadhân dia berkata :
Berpuasa setahun penuh tidak bisa menggantinya. [Riwayat Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, 6/184]
Bahkan sahabat Ali bin Abi Thâlib memberikan hukuman dera (pukulan) kepada orang yang berbuka di bulan Ramadhân, sebagaimana disebutkan di dalam riwayat :
Berpuasa setahun penuh tidak bisa menggantinya. [Riwayat Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, 6/184]
Bahkan sahabat Ali bin Abi Thâlib memberikan hukuman dera (pukulan) kepada orang yang berbuka di bulan Ramadhân, sebagaimana disebutkan di dalam riwayat :
عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي مَرْوَانَ، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي
طَالِبٍ أُتِيَ بِالنَّجَاشِيِّ قَدْ شَرِبَ الْخَمْرَ فِي رَمَضَانَ, فَضَرَبَهُ
ثَمَانِينَ, ثُمَّ ضَرَبَهُ مِنْ الْغَدِ عِشْرِينَ, وَقَالَ: ضَرَبْنَاكَ
الْعِشْرِينَ لِجُرْأَتِكَ عَلَى اللَّهِ وَإِفْطَارِكَ فِي رَمَضَانَ.
Dari Atha’ bin Abi Maryam, dari bapaknya,
bahwa An-Najasyi dihadapkan kepada Ali bin Abi Thâlib, dia telah minum khamr di
bulan Ramadhân. Ali memukulnya 80 kali, kemudian esoknya dia memukulnya lagi 20
kali. Ali berkata, “Kami memukulmu 20 kali karena kelancanganmu terhadap Allâh
dan karena engkau berbuka di bulan Ramadhân”. [Riwayat Ibnu Hazm di dalam
al-Muhalla, 6/184]
Dari Abu Umâmah al-Bâhili, dia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku, keduanya memegangi kedua lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung terjal. Keduanya berkata kepadaku, “Naiklah!” Aku menjawab, “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, “Kami akan memudahkannya untukmu”. Maka aku naik. Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras, maka aku bertanya, “Suara apa itu?” Mereka menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang tergantung (terbalik) dengan urat-urat kaki mereka (di sebelah atas), ujung-ujung mulut mereka sobek mengalirkan darah. Aku bertanya, “Mereka itu siapa?” Mereka menjawab, “Meraka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya”. [HR. Nasâ’i dalam as-Sunan al-Kubra, no. 3273; Ibnu Hibbân; Ibnu Khuzaimah; al-Baihaqi, 4/216; al-Hâkim, no. 1568; ath-Thabarani dalam Mu’jamul Kabîr. Dishahihkan oleh al-Hâkim, adz-Dzahabi, al-Haitsami. Lihat: al-Jâmi’ li Ahkâmis Shiyâm, 1/60]
el –cukil : dari berbagi sumber
No comments:
Post a Comment