Gambar : Gedung Pakuan tempo dulu
"Aen een negrije genaemt Bandong bestaende uijt 25 a 30 huysen " (Juliaen de Silva, 1641)
"Aen een negrije genaemt Bandong bestaende uijt 25 a 30 huysen " (Juliaen de Silva, 1641)
"
Ada sebuah negeri dinamakan Bandong yang terdiri atas 25 sampai 30 rumah",
demikian tulis seorang Madjiker bernama Juliaen de Silva pada tahun 1641,
dengan menggunakan Bahasa belanda Kuno.
Paragraf
di atas menjadi paragraf pembuka pada Bab II buku yang berjudul Wajah Bandoeng
Tempoe Doeloe, buku ini sebenarnya buku lama terbitan tahun 1984, yang ditulis
oleh Haryoto Kunto, yang dikenal dengan julukan kuncen Bandung, Bab II tersebut
berjudul Negorij Bandong. Di kalangan penduduk pribumi, wilayah Bandung pada
abad ke-17 sering disebut dengan nama "Tatar Ukur" diambil dari nama
salah seorang penguasa nya yaitu Dipati Ukur.
Bandung
dikenal sebagai Parijs van Java, periode ini sebenarnya hanya meliputi
kurun waktu 1920 - 1940, dua puluh tahun masa kegemilangan kota Bandung.
Awalnya Bandung dikenal dengan sebutan "Paradise in Exile"
(Sorga dalam Pembuangan), Cerita ini berawal dari kisah seorang Kopral Kompeni
Belanda yang ketahuan oleh atasan nya suka "cong ti pauw" (nipu), dan
sering "liong sep" (korupsi), telah dibuang ke "neraka"
Bandung sebagai hukuman, karena jaman itu Bandung dikenal sebagai
"terra-Incognita" atau daerah tidak bertuan.
Sejarah Julukan
Bandung sebagai Kota kembang
Salah satu
julukan kota Bandung adalah kota kembang, dan banyak sekali orang
mengenal istilah ini, ada yang berkata bahwa julukan ini erat kaitannya dengan
banyak nya kembang (bunga) di kota Bandung, ingin tahu cerita nya bagaimana
...? berikut kita ulas sedikit. Alkisah diceritakan kampung Bandung pada tahun
1896, mengapa disebut kampung, karena pada saat itu Bandung masih belum menjadi
kota, penduduk nya saja hanya berjumlah 29382 orang menurut catatan arsip
kompeni Belanda, saat itu mendapat kehormatan dari Pengurus Besar Perkumpulan
Pengusaha Perkebunan Gula (Bestuur van de Vereniging van Suikerplanters) yang
berkedudukan di Surabaya memilih kota Bandung sbagai tempat penyelenggaraan
kongres pertama nya.
Pada jaman itu jangan dibayangkan Bandung sebagai sebuah kota seperti jaman sekarang, saat itu Jalan Braga saja masih jeblog berlumpur, nah saat itu Bandung dikenal dengan sebutan "kottatje" atau kota mungil dengan fasilitas yang termat minim. akibat dari minimnya berbagai fasilitas tersebut, maka yang kebagian menjadi seksi ripuh adalah Meneer (Tuan) Jacob dari Panitia Kongres Seksi Sibuk. Bagaimana kongres bisa berlangsung lancar dan sukses, maka Meneer Jacob ini meminta bantuan dari Meneer Schenk seorang pendahulu Preangerplanters (Tuan perkebunan), hingga akhirnya diboyong lah segudang Noniek cantik Indo - Belanda, dari perkebunan Pasir malang untuk menghibur peserta kongres.
Kisah selanjutnya disebutkan bahwa kongres berlangsung dengan "beres" dan "sukses", nah melalui mulut para peserta kongres inilah, Bandung dikenal sebagai "De Bloem der Indische Bergsteden" (Bunga nya kota pegunungan di Hindia Belanda).
Bandung
Parisj van Java
Gambar : Gedung sate
Masa Bandung
Parisj van Java berkisar antara kurun 1920 -1940, ditandai dengan maraknya
pembangunan perumahan di kota Bandung antara lain di sekitar daerah yang saat
ini dikenal dengan nama Andir, Taman pramuka, dan Kosambi. Dibangun pula
perumahan buat pegawai negeri kecil ("kleine lijden") di daerah
sekitar Cihapit, namun wilayah kota Bandung yang modern dan dirancang dengan
sempurna adalah daerah sekitar Gedung Sate dan Insulindepark (Taman lalu lintas
sekarang), dan sekitar jalan Riau. Wilayah itu direncanakan sebagai pusat
kegiatan masyarakat Eropa ("Europeesche Zakenwijk").
Bagaimana sih awal cerita nya Bandung dikenal sebagai Parijs van Java ..? cerita nya begini, Bandung tempo dulu merupakan sebhuah "koloni" pemukiman orang barat yang ekslusif, mereka mempertahankan suasana lingkungan hidup seperti di Eropa sana, mulai dari tradisi gaya hidup sehari-hari, pakaian, menu masakan, hingga rumah tempat tinggal semua bergaya Eropa. Saat itu juga Braga mulai menjadi daerah kawasan belanja yang cukup elit. Konon menurut satu sumber julukan Bandoeng Parisj van Java itu diberikan oleh Tuan Roth seorang Yahudi (ternyata yahudi ada di Indonesia sejak jaman dahulu kala, hal ini bisa dimaklumi karena banyak keturunan Belanda yang beragama Yahudi) pemilik toko meubeul dan interior rumah di jalan Braga, Tuan Roth adalah orang yang pertama mencetuskan semboyan "Bandoeng Parijs van Java ", dalam rangka promosi dagangan nya di pasar malam tahunan ("Jaarbeurs") di Bandung pada tahun 1920. Pada perkembangan selanjutnya julukan "Bandoeng Parisj van Java" sering dikutip oleh Tuan Bosscha dalam kesempatan pidato nya di muka masyarakat Bandung hingga pada akhirnya menjadi julukan yang populer, demikian lah sejarah julukan "Bandoeng Parisj van Java".
Beberapa wajah Bandoeng Tempoe Doeloe
1. Alun -alun
bandung tahun 1938
2. Bank Indonesia
tahun 1925
3. Jalan Braga
4.
Villa Isola
5.
Masjid Cipaganti 1921
6.
Masjid Agung Bandung 1880
7. Masjid Agung Bandung 1920
8. Hotel Preanger 1930
9. Jalan Pasteur 1925
(Riki Nuryadin)
No comments:
Post a Comment