Wednesday, 9 September 2015

Menyimak Wajah Bandoeng Tempo Doeloe


                                                   Gambar : Gedung Pakuan tempo dulu

"Aen een negrije genaemt Bandong bestaende uijt 25 a 30 huysen " (Juliaen de Silva, 1641)
" Ada sebuah negeri dinamakan Bandong yang terdiri atas 25 sampai 30 rumah", demikian tulis seorang Madjiker bernama Juliaen de Silva pada tahun 1641, dengan menggunakan Bahasa belanda Kuno.

Paragraf di atas menjadi paragraf pembuka pada Bab II buku yang berjudul Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe, buku ini sebenarnya buku lama terbitan tahun 1984, yang ditulis oleh Haryoto Kunto, yang dikenal dengan julukan kuncen Bandung, Bab II tersebut berjudul Negorij Bandong. Di kalangan penduduk pribumi, wilayah Bandung pada abad ke-17 sering disebut dengan nama "Tatar Ukur" diambil dari nama salah seorang penguasa nya yaitu Dipati Ukur.


Bandung dikenal sebagai Parijs van Java, periode ini sebenarnya hanya meliputi kurun waktu 1920 - 1940, dua puluh tahun masa kegemilangan kota Bandung. Awalnya Bandung dikenal dengan sebutan "Paradise in Exile" (Sorga dalam Pembuangan), Cerita ini berawal dari kisah seorang Kopral Kompeni Belanda yang ketahuan oleh atasan nya suka "cong ti pauw" (nipu), dan sering "liong sep" (korupsi), telah dibuang ke "neraka" Bandung sebagai hukuman, karena jaman itu Bandung dikenal sebagai "terra-Incognita" atau daerah tidak bertuan.

Bagaimana kisah selanjutnya, alih-alih sengsara, si kopral tukang nyeleweng ini ternyata punya jiwa "wiraswasta" ia membuka hutan, berkebun, dan mendirikan perusahaan penggergajian kayu di tatar Bandung, dan dalam tempo yang tidak terlalu lama, ia menjadi kaya raya jadi tuan tanah di tatar Bandung yang makmur dan sejahtera, sambil berleha-leha menikmati suhu pegunungan yang sejuk, seolah-olah hidup di surga dalam pengasingan, nah sejak abad ke-18 itulah wilayah Bandung dikenal dengan sebutan Paradise in Exile. Kemudian berduyun-duyun berdatangan para petualang bangsa Eropa lainya, untuk mengadu nasib di tatar Bandung, akhirnya yang kewalahan adalah Kopral Arie Top  yang menjadi penguasa militer pada waktu itu yang mengadukan polah tingkah rekan nya yang berwiraswasta itu tadi, dan mencegah datangnya para petualang Eropa ke daerah Bandung. Karena birokrasi kompeni Belanda yang demikian rumit, laporan dari Kopral Arie Top tersebut baru mendapat perhatian dari Gubernur Jendral hindia Belanda 1 abad kemudian.


Sejarah Julukan Bandung sebagai Kota kembang
Salah satu julukan kota Bandung adalah kota kembang,  dan banyak sekali orang mengenal istilah ini, ada yang berkata bahwa julukan ini erat kaitannya dengan banyak nya kembang (bunga) di kota Bandung, ingin tahu cerita nya bagaimana ...? berikut kita ulas sedikit. Alkisah diceritakan kampung Bandung pada tahun 1896, mengapa disebut kampung, karena pada saat itu Bandung masih belum menjadi kota, penduduk nya saja hanya berjumlah 29382 orang menurut catatan arsip kompeni Belanda,  saat itu mendapat kehormatan dari Pengurus Besar Perkumpulan Pengusaha Perkebunan Gula (Bestuur van de Vereniging van Suikerplanters) yang berkedudukan di Surabaya memilih kota Bandung sbagai tempat penyelenggaraan kongres pertama nya.

Pada jaman itu jangan dibayangkan Bandung sebagai sebuah kota seperti jaman sekarang, saat itu Jalan Braga saja masih jeblog berlumpur, nah saat itu Bandung dikenal dengan sebutan "kottatje" atau kota mungil dengan fasilitas yang termat minim. akibat dari minimnya berbagai fasilitas tersebut, maka yang kebagian menjadi seksi ripuh adalah Meneer (Tuan) Jacob dari Panitia Kongres Seksi Sibuk. Bagaimana kongres bisa berlangsung lancar dan sukses,  maka Meneer Jacob ini meminta bantuan dari Meneer Schenk seorang pendahulu Preangerplanters (Tuan perkebunan), hingga akhirnya diboyong lah segudang Noniek cantik Indo - Belanda, dari perkebunan Pasir malang untuk menghibur peserta kongres.

Kisah selanjutnya disebutkan bahwa kongres berlangsung dengan "beres" dan "sukses", nah melalui mulut para peserta kongres inilah, Bandung dikenal sebagai  "De Bloem der Indische Bergsteden" (Bunga nya kota pegunungan di Hindia Belanda).


Bandung Parisj van Java 

Gambar : Gedung sate


Masa Bandung Parisj van Java berkisar antara kurun 1920 -1940, ditandai dengan maraknya pembangunan perumahan di kota Bandung antara lain di sekitar daerah yang saat ini dikenal dengan nama Andir, Taman pramuka, dan Kosambi. Dibangun pula perumahan buat pegawai negeri kecil ("kleine lijden") di daerah sekitar Cihapit, namun wilayah kota Bandung yang modern dan dirancang dengan sempurna adalah daerah sekitar Gedung Sate dan Insulindepark (Taman lalu lintas sekarang), dan sekitar jalan Riau. Wilayah itu direncanakan sebagai pusat kegiatan masyarakat Eropa ("Europeesche Zakenwijk").

Bagaimana sih awal cerita nya Bandung dikenal sebagai Parijs van Java ..? cerita nya begini, Bandung tempo dulu merupakan sebhuah "koloni" pemukiman orang barat yang ekslusif, mereka mempertahankan suasana lingkungan hidup seperti di Eropa sana, mulai dari tradisi gaya hidup sehari-hari, pakaian, menu masakan, hingga rumah tempat tinggal semua bergaya Eropa. Saat itu juga Braga mulai menjadi daerah kawasan belanja yang cukup elit. Konon menurut satu sumber julukan Bandoeng Parisj van Java itu diberikan oleh Tuan Roth seorang Yahudi (ternyata yahudi ada di Indonesia sejak jaman dahulu kala, hal ini bisa dimaklumi karena banyak keturunan Belanda yang beragama Yahudi) pemilik toko meubeul dan interior rumah di jalan Braga, Tuan Roth adalah orang yang pertama mencetuskan semboyan "Bandoeng Parijs van Java ", dalam rangka promosi dagangan nya di pasar malam tahunan ("Jaarbeurs") di Bandung  pada tahun 1920. Pada perkembangan selanjutnya julukan "Bandoeng Parisj van Java" sering dikutip oleh Tuan Bosscha dalam kesempatan pidato nya di muka masyarakat Bandung hingga pada akhirnya menjadi julukan yang populer, demikian lah sejarah julukan "Bandoeng Parisj van Java".

Beberapa wajah Bandoeng Tempoe Doeloe

1. Alun -alun bandung tahun 1938
ins : http://bandung-a-z-mysong.blogspot.com/


2. Bank Indonesia tahun 1925
 

3. Jalan Braga



4. Villa Isola
5. Masjid Cipaganti 1921



6. Masjid Agung Bandung 1880




7.  Masjid Agung Bandung 1920


 8. Hotel Preanger 1930


9.  Jalan Pasteur 1925




(Riki Nuryadin)

No comments:

Post a Comment